Tuesday, May 28, 2013

Asma Bronkial


BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Kehamilan dan persalinan akan menimbulkan perubahan yang luas terhadap sebagian besar pada fisiologi organ-organ tubuh sehubungan dengan rahim yang membesar bersama dengan tuanya kehamilan sehingga rongga dada menjadi sempit dan gerakan paru akan terbatas untuk mengambil O2 selama pernapasan, ini akan mengakibatkan gangguan pernapasan yaitu Asma. Dalam penatalaksanaannya pun juga akan berbeda antara Asma dalam kehamilan dan persalinan dengan asma pada wanita yang tidak sedang hamil atau bersalin.
Penyulit kehamilan dan persalinan khususnya ibu hamil/bersalin dengan asma inilah yang akan kami angkat sebagai judul dari makalah kami yaitu ”Kehamilan dengan Penyulit Asma Bronkial”.

  1. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang kami angkat dalam makalah ini adalah :
  1. Apa pengertian dari Asma?
  2. Apa etiologi dari Asma?
  3. Bagaimana tanda dan gejala dari Asma.
  4. Bagaimana Patofisiologi dari Asma?
  5. Bagaimana cara menentukan diagnosa pada Asma ?
  6. Bagaimana cara penatalaksanaan Asma pada kehamilan ?
  7. Bagaimana pencegahan Asma ?

  1. Tujuan
  1. Tujuan Umum.
Agar mahasiswa mempu mendeteksi dini penyulit. Penyulit kehamilan terutama pada kehamilan dan persalinan yang disertai oleh Asma.
  1. Tujuan khusus
  1. Untuk mengetahui pengertian dari Asma.
  2. Untuk mengetahui etiologi dari Asma.
  3. Untnuk mengetahui patofiologi dari Asma.
  4. Untuk mengetahui klasifikasi dari Asma.
  5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Asma.
  6. Untuk mengetahui cara menentukan diagnosa pada Asma.
  7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Asma pada kehamilan.
  8. Untuk mengetahui pencegahan terhadap Asma.
  9. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan ibu hamil dengan Asma.






















BAB II
PEMBAHASAN

  1. Definisi
Asma adalah kondisi berulang dimana rangsangan tertentu mencetuskan saluran pernafasan menyempit untuk sementara waktu sehingga membuat kesulitan bernafas. Meskipun asma dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering terjadi pada anak-anak, terutama sekali pada anak mulai usia 5 tahun. Beberapa anak menderita asma sampai mereka usia dewasa; namun dapat disembuhkan. Kebanyakan anak-anak pernah menderita asma. Para Dokter tidak yakin akan hal ini, meskipun hal itu adalah teori. Lebih dari 6 % anak-anak terdiagnosa menderita asma, 75 % meningkat pada akhir-akhir ini. Meningkat tajam sampai 40 % di antara populasi anak di kota.
Beberapa orang ilmuan memberikan definisi tentang asma , antara lain : Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996). Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996). Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001). Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

  1. Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas reversibel yang disebabkan oleh :
  1. Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
  2. Pembengkakan membran bronkus.
  3. Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asthma bronkhial.
  1. Faktor predisposisi.
  1. Genetik
    Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahuibagaimana  cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
  1. Faktor Presipitasi (Pencetus)
  1. Alergen.
Dimana alergen dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
  1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Seperti debu, bulu binatang,   serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
  2. Ingestan, yang masuk melalui mulut. Seperti makanan dan obat-obatan.
  3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. seperti : perhiasan, logam dan jam tangan
  1. Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
  1. Stress.
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
  1. Lingkungan kerja .
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
  1. Olahraga atau aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

  1. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), factor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

Pencetus :
Allergen
Olahraga
Cuaca
Emosi
Imun
respon
menjadi
aktif

Pelepasan
mediator
humoral
Histamine
SRS-A
Serotonin
Kinin
Bronkospasme
Edema mukosa
Sekresi meningkat
Inflamasi
Penghambat
kortikosteroid


→ → →



  1. Klasifikasi
Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:
    1. Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan karena reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap mereka yang sehat. Kecenderungan alergi ini adalah “kelemahan keturunan”. Setiap orang dari lahir memiliki sistem imunitas alami yang melindungi tubuhnya terhadap serangan dari luar. Sistem ini bekerja dengan memproduksi antibodi.
Pada saat datang serangan, misalnya dari virus yang memasuki tubuh, sistem ini akan menghimpun antibodi untuk menghadapi dan berusaha menumpas sang penyerang. Dalam proses mempertahankan diri ini, gejala-gejala permukaan yang mudah tampak adalah naiknya temperatur tubuh, demam, perubahan warna kulit hingga timbul bercak-bercak, jaringan-jaringan tertentu memproduksi lendir, dan sebagainya (Hadibroto & Alam, 2006).
    1. Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen. Asma jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca, kelembapan dan suhu tubuh. Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-paru yang kurang baik, misalnya karena bronkitis dan radang paru-paru (pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga mudah terkena asma intrinsik. Penderita asma jenis ini kebanyakan berusia di atas 30 tahun (Hadibroto & Alam, 2006).
Namun penting dicatat, bahwa dalam prakteknya, asma adalah penyakit yang kompleks, sehingga tidak selalu dimungkinkan untuk menentukan secara tegas, golongan asma yang diderita seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan intrinsik bersama-sama dideteksi ada pada satu orang.
Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi kemunculan gejala (Hadibroto & Alam, 2006).
      1. Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali dalam seminggu dan gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal (fungsi) paru masih baik.
      2. Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan serangannya sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma malam lebih dari 2 kali dalam sebulan. Semua ini membuat faal paru realatif menurun.
      3. Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah mengganggu aktivitas, serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1 kali dalam seminggu. Faal paru menurun.
      4. Persisten berat, gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering terjadi. Gejala asma malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat menurun.
Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala (Hadibroto & Alam, 2006).
        1. Asma akut ringan, dengan gejala: rasa berat di dada, batuk kering ataupun berdahak, gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas, mengi tidak ada atau mengi ringan, APE (Arus Puncak Aspirasi) kurang dari 80%.
        2. Serangan asma akut sedang, dengan gejala: sesak dengan mengi agak nyaring, batuk kering/berdahak, aktivitas terganggu, APE antara 50-80%.
        3. Serangan asma akut berat, dengan gejala: sesak sekali, sukar berbicara dan kalimat terputus-putus, tidak bisa barbaring, posisi harus setengan duduk agar dapat bernapas, APE kurang dari 50%.

  1. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspnea, dari wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
  1. Tingkat I
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
  1. Tingkat II
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
  1. Tingkat III
Tanpa keluhan.Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
  1. Tingkat IV
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
  1. Tingkat V
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

  1. Pemeriksaan penunjang
          1. Pemeriksaan Laboratorium
  1. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya :
  1. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
  2. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
  3. Crede yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
  4. Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
  1. Pemeriksaan darah
  1. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
  2. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH
  3. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang diatas 15000 / mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
  4. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
    1. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut :
  1. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak dihilus akan bertambah.
  2. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
  3. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltratepada paru.
  4. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
  5. Bila terjadi penuomonia mediastinum, pneuomotoraks dan penuomoperi kardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
    1. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
    1. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjaid selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu :
  1. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
  2. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right Bundle Branch Block).
  3. Tanda – tanda hipoksemia, yakni sinus tachycardia, SVES dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
    1. Scanning Paru
Dengan scaning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru


    1. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidka saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi
    1. USG
Ibu hamil penderita asma sebaiknya rajin memeriksakan janinnya sejak awal. Pemeriksaan denga USG dilakukan sejak usia kehamilan 12 – 20 minggu untuk mengetahui pertumbuhan janin. USG dapat diulang pada TM II dan TM III terutama bila derajat asmanya berada pada tingkat sedang – berat
    1. Electronic Fetal Heart rate Monitoring
Untuk memeriksa detak jantung janin

  1. Penatalaksanaan Medis
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
  1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas.
  2. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
  3. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2 , yaitu :
      1. Pengobatan non Farmakologik.
  1. Memberikan penyuluhan
  2. Menghindari faktor pencetus
  3. Pemberian cairan
  4. Fisiotherapy
  5. Beri O2 bila perlu
      1. Pengobatan Farmakologi
  1. Bronkodilator yang melebarkan saluran nafas.
  2. Seperti aminofilin atau kortikosteroid inhalasi atau oral pada serangan asma ringan. Obat antiasma umumnya tidak berpengaruh negatife terhadap janin kecuali adrenalin.
  3. Adrenalin mempengaruhi pertumbuhan janin karena penyempitan pembuluh daraj ke janin yang dapat mengganggu oksigenasi pada janin tersebut.
  4. Aminofilin dapat menyebabkan penurunan kontraksi uterus.
  5. Menangani serangan asma akut (sama dengan wanita tidak hamil), yaitu :
  1. Memberikan cairan intravena.
  2. Mengencerkan cairan sekresi di paru.
  3. Memberikan oksigen (setelah pengukuran PO2, PCO2) sehingga tercapai PO2 lebih 60 mmHG dengan kejenuhan 95% oksigen atau normal.
  4. Cek fungsi paru.
  5. Cek janin.
  6. Memberikan obat kortikosteroid.
  7. Menangani status asmatikus dengan gagal nafas.
  8. Secepatnya melakukan intubasi bila tidak terjadi perubahan setelah pengobatan intensif selama 30 – 60 menit.
  9. Memberikan antibiotik saat menduga terjadi infeksi.
  10. Mengupayakan persalinan.
  11. Persalinan  spontan dilakukan saat pasien tidak berada dalam serangan
  12. Melakukan ekstraksi vakum atau forseps saat pasien berada dalam serangan
  13. Seksio sesarea atas indikasi asma jarang atau tidak pernah dilakukan.
  14. Meneruskan pengobatan reguler asma selama proses kelahiran.
  15. Jangan memberikan analgesik yang mengandung histamin tetapi pilihlah morfin atau analgesik epidural.
  16. Hati-hati pada tindakan intubasi dan penggunaan prostagladin E2 karena dapat menyebabkan bronkospasme.
  17. Memilih obat yang tidak mempengaruhi air susu.
  18. Aminofilin dapat terkandung dalam air susu sehingga bayi akan mengalami gangguan pencernaan, gelisah dan gangguan tidur.
  19. Obat antiasma lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam air susu sangat kecil.

  1. Pengaruh Asma Terhadap Kehamilan
      1. Keguguran.
      2. Persalinan prematur.
      3. Pertumubhan janin terhambat.
      4. Kompensasi yang terjadi pada fetus adalah :
  1. Menurunnya aliran darah pada uterus.
  2. Menurunnya venous return ibu.
  3. Kurva dissosiasi oksihemoglobin bergeser ke kiri.
Sedangkan pada ibu yang hipoksemia, respon fetus yang terjadi :
  1. Menurunnya aliran darah ke pusat.
  2. Meningkatnya resistensi pembuluh darah paru dan sistemik.
  3. Menurunnya cardiac output.
Perlu diperhatikan efek samping pemberian obat-obatan asma terhadap fetus, walaupun tidak ada bukti bahwa pemakaian obat – obat anti asma akan membahayakan asma.



  1. Hal-Hal Untuk Mencegah Agar Tidak Terjadi Serangan Asma Selama Hamil
        1. Jangan merokok.
        2. Kenali faktor pencetus.
        3. Hindari flu, batuk, pilek atau infeksi saluran nafas lainnya. Kalu tubuh terkena flu segera obati. Jangan tunda pengobatan kalu ingin asma kambuh.
        4. Bila tetap mendapat serangan asma, segera berobat untuk menghindari terjadinya kekurangan oksigen pada janin.
        5. Hanya makan obat-obatan yang dianjurkan dokter.
        6. Hindari faktor risiko lain selama kehamilan.
        7. Jangan memelihara kucing atau hewan berbulu lainnya.
        8. Pilih tempat tinggal yang jauh dari faktor polusi, juga hindari lingkungan dalam rumah dari perabotan yang membuat alergi. Seperti bulu karpet, bulu kapuk, asap rokok, dan debu yang menempel di alat-alat rumah tangga.
        9. Hindari stress dan ciptakan lingkungan psikologis yang tenang.
        10. Sering – sering melakukan rileksasi dan mengatur pernafasan.
        11. Lakukan olahraga atau senam asma, agar daya tahan tubuh makin kuat sehingga tahan terhadap faktor pencetus.











BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Asma Bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

  1. Saran
Sebaiknya ibu hamil menjaga pola hidup sehat dengan cara olahraga teratur, aktivitas tidak terlalu berat, jangan banyak pikiran dan menjaga pola makan yang sehat agar tidak menderita penyakit asma.

















DAFTAR PUSTAKA

Buku
Brownes . 1980 . Antenatal Care . The English and Language Book Society and J& A Churcill
Doenges, EM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Guyton, C Arthur . 1997 . Fisiologi Kedokteran . Jakarta: EGC
Hudack&gallo.1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta : EGC.
Liewellyn Derek – Jonbes . 2001 . Dasar-dasar Obstetri dan Gynekologi . Jakarta : Hipokrates
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 
Manuaba Ida Bagus Gde . 1998 . Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan . Jakarta : EGC 
Mochtar, Rustam . 1998 . Sinopsis Obstetri Jilid I . Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono . 2005 . Ilmu Kebidanan . Jakarta : YBP – SP
Price, SA. 1996. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Volume 1. Jakarta : EGC
Saifudin, Abdul Bari . 2002 . Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan neonatal . Jakarta : JNPKKR – POGI
Smeltzer, SC., Bare B.G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Alih Bahasa : Monica Ester. Jakarta : EGC
Sundaru, Heru. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta : BalaiPenerbit FKUI.
Taber Ben-Zion M D . 1994 . Kedaruratan Obstetri dan Gynekologi . Jakarta : EGC

Internet














No comments:

Post a Comment